segelamengenaiinformasi.blogspot.com – Saya seorang wanita
single, dimana kadang syahwat saya terlalu tinggi pada waktu-waktu
tertentu. Untuk melampiaskannya saya kadang melihat foto-foto panas atau
melakukan masturbasi (tanpa memasukan sesuatu apapun kedalam kemaluan,
hanya menikmati/mengkhayal saja) karena saya takut untuk melakukan zina
yang sebenarnya dan takut keperawanan saya rusak serta nantinya
mengecewakan calon suami saya. Maka dari itu saya melampiaskannya dengan
cara seperti itu. Mohon pencerahan mengenai hukum yang telah saya perbuat.? Apakah itu dosa.? Lalu bagaimana solusinya?
Dya*******@yahoo.com
Jawaban:
wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Saudariku, ketahuilah bahwa syaithan, (seperti yang telah diabadikan
dalam Al Quran) telah bersumpah dihadapan Allah Subhanahuwata’ala untuk
senantiasa menggoda, menyesatkan dan menjerumuskan manusia kejalan
kenistaan (neraka) dan syaithan telah bersumpah bahwa dia akan membuat
suatu kerusakan, kemaksiatan, kebusukan yang dilakukan oleh manusia
tersebut nikmat untuk dikerjakan, indah untuk dilakukan… padahal
kenikmatan tersebut pada hakikatnya adalah kenikmatan yang semu, yang
tentu ada murka dari Allah Subhanahuwata’ala.
Tak terkecuali dengan yang anda perbuat, yaitu mengikuti hawa nafsu,
mengikuti bujuk rayu syaitan untuk melampiaskan nafsu bukan pada hal
yang disyariatkan dalam agama. Ketahuilah bahwa melihat foto-foto panas
yang bukan halal baginya, bahkan zina dst adalah kerusakan dan perbuatan
yang tidak dibenarkan, akan tetapi karena ada tipuan syaitan didalam
perbuatan tersebut, maka syaitan memjadikannya seakan-akan indah dan
nikmat untuk diperbuat.
Allah telah berfirman dalam Al Quran:
قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ
فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ ﴿٣٩﴾ إِلَّا عِبَادَكَ
مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ ﴿٤٠﴾
Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan
bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik
(perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka
semuanya, (39) kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara
mereka”. (40)
Saran kami bagi anda:
1. Segera menikah,
Namun jika belum mampu, maka
2. Perbanyak puasa.
Dua hal tersebut sesuai dengan apa yang telah dianjurkan Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bagi kita semua agar kita senantiasa terjaga
kesucian diri kita dan jauh dari tipu daya syaitan.
Rasulullah SAW telah bersabda kepada kepada kami,“Wahai para
pemuda, apabila siapa diantara kalian yangtelah memiliki baah
(kemampuan) maka menikahlah, kerena menikah itu menjaga pandangan dan
kemaluan. Bagi yang belum mampu maka puasalah, karena puasa itu sebagai
pelindung. HR Muttafaqun `alaih.
Berkenaan dengan Hukum Onani atau masturbasi, ada sebagian ulama
yang melarangnya namun ternyata ada pula yang membolehkannya dengan
syarat.
Masalah yang berkaitan dengan onani atau dalam bahasa arabnya
disebut istimna` banyak dibahas oleh para ulama. Sebagian besar ulama
mengharamkannya namun ada juga yang membolehkannya.
Onani dalam Islam
1. Yang mengharamkan
Umumnya para ulama yang mengharamkan onani berpegang kepada firman Allah SWT :
“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya kecuali terhadap
isterinya atau hamba sahayanya, mereka yang demikian itu tidak tercela.
Tetapi barangsiapa mau selain yang demikian itu, maka mereka itu adalah
orang-orang yang melewati batas.” (Al-Mu’minun: 5-7).
Mereka memasukkan onani sebagai perbuatan tidak menjaga kemaluan.
Dalam kitab Subulus Salam juz 3 halaman 109 disebutkan hadits yang berkaitan dengan anjuran untuk menikah :
Rasulullah SAW telah bersabda kepada kepada kami,”Wahai para
pemuda, apabila siapa diantara kalian yangtelah memiliki baah
(kemampuan) maka menikahlah, kerena menikah itu menjaga pandangan dan
kemaluan. Bagi yang belum mampu maka puasalah, karena puasa itu sebagai
pelindung. HR Muttafaqun `alaih.
Di dalam keterangannya dalam kitab Subulus Salam, Ash-Shan`ani
menjelaskan bahwa dengan hadits itu sebagian ulama Malikiyah
mengharamkan onani dengan alasan bila onani dihalalkan, seharusnya
Rasulullah SAW memberi jalan keluarnya dengan onani saja karena lebih
sederhana dan mudah. Tetapi Beliau malah menyuruh untuk puasa.
Sedangkan Imam Asy-Syafi`i mengharamkan onani dalam kitab Sunan
Al-Baihaqi Al-Kubro jilid 7 halaman 199 dalam Bab Onani ketika
menafsirkan ayat Al-Quran surat Al-Mukminun …Dan orang-orang yang
memelihara kemaluannya.
Begitu juga dalam kitab beliau sendiri Al-Umm juz 5 halaman 94 dalam bab Onani.
Imam Ibnu Taymiyah ketika ditanya tentang hukum onani beliau
mengatakan bahwa onani itu hukum asalnya adalah haram dan pelakunya
dihukum ta`zir, tetapi tidak seperti zina.
Namun beliau juga mengatakan bahwa onani dibolehkan oleh sebagian
shahabat dan tabiin karena hal-hal darurrat seperti dikhawatirkan jatuh
ke zina atau akan menimbulkan sakit tertentu. Tetapi tanpa alasan
darurat, beliau (Ibnu Taymiyah) tidak melihat adanya keringanan untuk
memboleh onani.
2. Yang membolehkan
Diantara para ulama yang membolehkan istimna` antara lain Ibnu Abbas, Ibnu Hazm dan Hanafiyah dan sebagian Hanabilah.
Ibnu Abbas mengatakan onani lebih baik dari zina tetapi lebih baik lagi bila menikahi wanita meskipun budak.
Ada seorang pemuda mengaku kepada Ibnu Abbas,”Wahai Ibnu Abbas,
saya seorang pemuda dan melihat wanita cantik. Aku mengurut-urut
kemaluanku hingga keluar mani”.
Ibnu Abbas berkata,”Itu lebih baik dari zina, tetapi menikahi budak lebih baik dari itu (onani).
Mazhab Zhahiri yang ditokohi oleh Ibnu Hazm dalam kitabnya
Al-Muhalla juz 11 halaman 392 menuliskan bahwa Abu Muhammad berpendapat
bahwa istimna` adalah mubah karena hakikatnya hanya seseorang memegang
kemaluannya maka keluarlah maninya. Sedangkan nash yang mengharamkannya
secara langsung tidak ada.
Sebagaimana dalam firman Allah : “Dan telah Kami rinci hal-hal yang
Kami haramkan” Sedangkan onani bukan termasuk hal-hal yang dirinci
tentang keharamannya maka hukumnya halal. Pendapat mazhab ini memang
mendasarkan pada zahir nash baik dari Al-Quran maupun Sunnah.
Sedangkan para ulama Hanafiyah (pengikut Imam Abu Hanifah)dan
sebagian Hanabilah (pengkikut mazhab Imam Ahmad) -sebagaimana tertera
dalam Subulus Salam juz 3 halaman 109 dan juga dalam tafsir Al-Qurthubi
juz 12 halaman 105- membolehkan onani dan tidak menjadikan hadits ini
tentang pemuda yang belum mampu menikah untuk puasa diatas sebagai dasar
diharamkannya onani. Berbeda dengan ulama syafi`iah dan Malikiyah.
Mereka memandang bahwa onani itu dibolehkan. Alasannya bahwa mani adalah
barang kelebihan. Oleh karena itu boleh dikeluarkan, seperti memotong
daging lebih.
Namun sebagai catatan bahwa ada dua pendapat dari mazhab Hanabilah,
sebagian mengharamkannya dan sebagian lagi membolehkannya. Bila kita
periksa kitab Al-Kafi fi Fiqhi Ibni Hanbal juz 4 halaman 252 disebutkan
bahwa onani itu diharamkan.
Ulama-ulama Hanafiah juga memberikan batas kebolehannya itu dalam dua perkara:
1. Karena takut berbuat zina.
2. Karena tidak mampu kawin.
Pendapat Imam Ahmad memungkinkan untuk kita ambil dalam keadaan
keinginan seksual itu memuncak dan dikawatirkan akan jatuh ke dalam
haram. Misalnya seorang pemuda yang sedang belajar atau bekerja di
tempat lain yang jauh dari negerinya, sedang pengaruh-pengaruh di
hadapannya terlalu kuat dan dia kawatir akan berbuat zina. Karena itu
dia tidak berdosa menggunakan cara ini (onani) untuk meredakan
bergeloranya gharizah tersebut dan supaya dia tidak berlaku congkak dan
gharizahnya itu tidak menjadi ulat.
Tetapi yang lebih baik dari itu semua, ialah seperti apa yang
diterangkan oleh Rasulullah s.a.w. terhadap pemuda yang tidak mampu
kawin, yaitu kiranya dia mau memperbanyak puasa, dimana puasa itu dapat
mendidik beribadah, mengajar bersabar dan menguatkan kedekatan untuk
bertaqwa dan keyakinan terhadap penyelidikan (muraqabah) Allah kepada
setiap jiwa seorang mu’min.
Untuk itu Rasuluilah s.a.w. bersabda sebagai berikut:
“Hai para pemuda! Barangsiapa di antara kamu sudah ada kemampuan,
maka kawinlah sebab dia itu dapat menundukkan pandangan dan memelihara
kemaluan; tetapi barangsiapa tidak mampu, maka hendaknya ia berpuasa,
sebab puasa itu baginya merupakan pelindung.” (Riwayat Bukhari).
Sedangkan dari sisi kesehatan, umumnya para dokter mengatakan bahwa
onani itu tidak berbahaya secara langsung. Namun untuk lebih jelasnya
silahkan langsung kepada para dokter yang lebih menguasai bidang ini. [ ]
Sumber : solusiislam
akhwatmuslimah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar dan Saran dari Kawan-kawan sekalian sangat Saya Harapkan...